Beranda | Artikel
Hakikat Istiqamah
1 hari lalu

Hakikat Istiqamah merupakan kajian Islam yang disampaikan oleh: Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Amalan-Amalan Hati. Kajian ini disampaikan pada Jumat, 22 Muharram 1447 H / 17 Juli 2025 M.

Kajian Tentang Jangan Menodai Keikhlasan

Allah Taʿālā berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ ‎﴿٣٠﴾‏ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ‎﴿٣١﴾

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami adalah Allah,’ kemudian mereka istiqamah, maka para malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata), ‘Janganlah kalian merasa takut dan jangan (pula) bersedih hati; dan bergembiralah kalian dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepada kalian. Kami adalah pelindung-pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta.” (QS. Fussilat [41]: 30–31)

Ayat ini mengabarkan bahwa keimanan dan keistikamahan seorang hamba dibalas dengan surga. Mereka adalah wali-wali Allah, dan ini menunjukkan adanya perintah untuk istiqamah.

Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ‎﴿١٣﴾‏ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ‎﴿١٤﴾‏

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Rabb kami adalah Allah,’ kemudian mereka istiqamah, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Aḥqāf [46]: 13–14)

Makna Istiqamah

Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu pernah ditanya tentang makna istiqamah. Kita mengetahui bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah manusia paling mulia setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau memiliki keteladanan dalam keistiqamahan.

Ketika ditanya tentang makna ثُمَّ اسْتَقَامُوا, beliau menjawab:

أن لا تشرك بالله شيئًا 

“Yaitu engkau beriman dan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.”

Imam Ibnu Qayyim menjelaskan maksud dari perkataan Abu Bakar ini. Kata beliau: “Yang dimaksud adalah istiqamah murni di atas tauhid.” Yakni istiqamah di atas ketulusan dalam beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak berbuat syirik. Inilah perkara paling utama yang harus selalu diusahakan agar tetap berada di atasnya, yaitu tauhid.

Kemudian, Imam Ibnu Qayyim juga menukil perkataan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu tentang istiqamah. Beliau berkata:

الاستقامة أن تستقيم على الأمر والنهي، ولا تروغ روغان الثعلب

“Istiqamah adalah engkau tetap teguh di atas perintah dan larangan, dan jangan kamu berkelit-kelit seperti liciknya seekor rubah”

Abu Bakar menjelaskan fondasi istiqamah, yaitu tauhid. Sementara Umar bin Khattab menjelaskan implikasi dari istiqamah, yaitu dalam bentuk melaksanakan perintah agama dan meninggalkan larangan-larangan agama.

Dan jangan seseorang berkelit-kelit seperti liciknya hewan rubah. Yakni jangan bersikap licik, berubah-ubah, tidak teguh dalam satu kondisi. Rubah dikenal sebagai hewan yang sangat licik, mudah beradaptasi dan cepat berubah-ubah menyesuaikan keadaan. Kata Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu, kita tidak boleh bersikap seperti itu—berubah-ubah dan tidak istiqamah dalam satu keadaan.

Jangan sampai seseorang pada pagi harinya berbuat kebajikan, lalu di siang harinya melakukan kejahatan, dan di sore harinya terjerumus dalam kefasikan. Kondisi seperti ini, jelas bertentangan dengan agama, syariat, serta perintah Allah dan Rasul-Nya.

Kemudian, beliau menukil perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang makna istiqamah. Beliau mengatakan bahwa istiqamah yang sesungguhnya adalah:

استقاموا على محبته وعبوديته، فلم يلتفتوا عنه يمنة ولا يسرة

“Mereka istiqamah di atas kecintaan kepada-Nya dan peribadahan kepada-Nya, tanpa menoleh darinya ke kanan maupun ke kiri.”

Maksudnya, seorang hamba tetap teguh di atas agama Allah. Sebab, di kanan dan kiri banyak hal yang bisa menjerumuskan, menghalangi, dan mengeluarkan seseorang dari jalan istiqamah—banyak ranjau, ancaman, dan hambatan. Bila seseorang mulai melirik ke kanan atau ke kiri, maka dia akan menyimpang dari jalan yang lurus.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, dari sahabat mulia Sufyan bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu:

 قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ قُلْ لِيْ فِيْ الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ. قَالَ: قُلْ أَمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ.

“Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, berikan kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang tidak akan aku tanyakan lagi kepada siapa pun selain engkau.’ Beliau menjawab, ‘Katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.`” (HR. Muslim)

Lihat juga: Hadits Arbain Ke 21 – Hadits Tentang Istiqamah

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan wasiat yang singkat namun sarat makna: iman dan istiqamah. Dua kata ini mencakup seluruh aspek kehidupan seorang Muslim.

Keimanan bukan sekadar keyakinan dalam hati, melainkan perpaduan antara keyakinan, ucapan, dan amalan. Maka saat seseorang mengatakan, “آمَنْتُ بِاللَّهِ” (Aku beriman kepada Allah), itu berarti ia meyakini Allah sebagai Rabb yang menciptakan dan berhak disembah, lalu mengucapkannya dengan lisan dan membuktikannya dengan amal perbuatan.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Tsauban Radhiyallahu ‘Anhu:

اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلَاةُ

“Istiqamahlah kalian, dan kalian tidak akan mampu melakukannya secara sempurna. Ketahuilah, sebaik-baik amal kalian adalah shalat. Dan tiada yang menjaga wudhu kecuali seorang mukmin.” (HR. Ibnu Majah)

Ini menjadi pelajaran penting. Yaitu bahwa sebaik-baik amal adalah shalat. Shalat merupakan ketaatan paling utama setelah dua kalimat syahadat, dan menjadi barometer utama bagi keimanan seseorang.

Hadits ini menjelaskan perintah untuk istiqamah serta kondisi kita dalam keistiqamahan. Istiqamah adalah perintah yang telah dijelaskan sebelumnya.

Jika kita ingin menukil sebagian perkataan para ulama tentang hakikat keistiqamahan, Imam Ibnu Rajab berkata:

“Istiqamah adalah melaksanakan seluruh perintah Allah, lahir dan batin, serta meninggalkan semua larangan-Nya, lahir dan batin.”

Apakah mungkin kita mampu untuk melakukan semua itu sepanjang perjalanan hidup? Artinya, tidak ada satu pun perintah yang ditinggalkan, dilalaikan, atau diabaikan, dan tidak ada satu pun larangan yang dilanggar. Ini adalah perkara yang sangat berat.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Dan kalian sama sekali tidak akan mampu (untuk betul-betul istiqamah secara sempurna seratus persen).”

Maka Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan bahwa yang dituntut dari seorang hamba adalah istiqamah, dan istiqamah itu adalah ketepatan amalan. Maksudnya, amalan yang dilakukan seorang hamba sesuai dengan perintah agama. Tepat dalam mengikuti aturan, tata cara, dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Kemudian, jika seseorang tidak mampu melaksanakan amal secara sempurna—dalam hal ketepatan, kesesuaian, dan kecocokan dengan syariat Allah, baik dalam aqidah maupun amalan—tanpa ada penyimpangan sedikit pun, maka ada tahapan berikutnya: al-muqarabah (المقارَبة).

Al-muqārabah maksudnya adalah amalan tersebut selalu mendekati kebenaran dan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Artinya, ada usaha untuk senantiasa mendekat kepada sunnah, untuk terus belajar dan menggali tuntunan Nabi serta syariat Allah.

Jika kondisi ideal berupa keistiqamahan secara sempurna tidak mampu diwujudkan—yakni pelaksanaan agama yang utuh tanpa kekurangan—maka setidaknya seseorang berada pada level al-muqarabah: selalu berusaha mendekat.

Inilah yang sering disampaikan dalam banyak kesempatan. Ada dua hal yang menjadi orientasi hidup: selalu berusaha menjalankan syariat sesuai dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Semangat ini harus dibangun dan terus disampaikan.

Download MP3 Kajian Jangan Menodai Keikhlasan


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55361-hakikat-istiqamah/